"Membongkar Kedok Wahabi, Satu dari Dua Tanduk
Setan". Demikianlah Judul lengkapnya artikel tersebut. Adapun judul sampul
depannya tertulis tidak jauh berbeda “Membongkar Kedok Wahabi”, Pembasmi Situs
Islam" dengan gambar tangan seorang berserban yang menghancurkan kubah-kubah
di kuburan. Kami yakin hal itu sengaja dibuat seram sedemiklan rupa untuk
membuat ngeri manusia ketika mendengar nama Wahabi dan melarikan mereka dari
dakwahnya.
Kami tidak akan banyak mengomentarinya karena sebentar lagi
Anda akan mengetahui sendiri. Namun, yang ingin saya sampalkan di sini,
hendaknya seorang penulis memilih judul yang baik untuk tulisannya sebab judul
memiliki korelasi (keterkaitan) dengan isi tulisannya. Termasuk keajaiban
takdir bahwasanya paman Nabi yang mendapati masa kenabian ada empat orang, yang
dua tidak masuk Islam dan dua lainnya memeluk agama Islam, nama kedua pamannya
yang tidak masuk Islam bertentangan dengan Islam, yaitu Abu Thalib yang nama
aslinya Abdu Manaf dan Abu Lahab yang nama aslinya Abdul “Uzza”, berbeda halnya
dengan nama paman beliau yang memeluk agama Islam yaitu Hamzah dan Ablsas."
Demikian pula dengan judul tulisan di atas, disebabkan
judulnya saja tidak sesuai dengan etika, maka tak aneh bila isinya kemudian
sarat dengan penyimpangan, kesalahan, dan kebohongan sehagaimana yang akan kita
ketahui sebentar lagi.
Sebuah tulisan bagi penulisnya sama pentingnya dengan
seorang anak. Tulisan adalah buah pemikiran seorang, sedangkan anak adalah buah
keturunannya. Oleh karenanya, seorang penulis hendaknya memilih judul yang baik
untuk tulisannya, sebagaimana dia memilih nama yang baik untuk anaknya. Syaikh
Masyhur bin Hasan menye¬butkan ada lima poin penting yang perlu diperhatikan
dalam pemberian judul, di antaranya judul tulisan hen¬daknya tidak bertentangan
dengan syari’at, seperti seruan untuk mengikuti arus orientalis, seruan kepada
hal-hal yang bertentangan dengan norma dan akhlak, bertentangan dengan aqidah
lslam yang telah mapan, atau berisi celaan kepada para ulama. As-Subki rah.a
dalam Thobaqat Syqfr'hiyall 1/69 menyebutkan bahwa Ibnu Abdil Hakam menulis
sebuab kitab berjudul ar-Radd 'Ata Syafi'i fima Khalafa Fihi al-Kitab wa
Sunnah (Bantahan Kepada Syafi'i balam Hal-Hal yang Dia Menyelisihi
al-Qurlan dan Sunnah). As-Subki berkomentar, "Judul ini sangat jelek."
Aduhai, kalau judul seperti itu saja dianggap sangat jelek oleh as-Subkl,
lantas bagalmana kiranya dengan judul tulisan di atas?! Kami serahkan
jawabannya kepada Anda, wahai saudara pembaca!!
Perhatikanlah ucapannya "Satu Dari Dua Tanduk
Setan". Lebih jelas lagi, hal ini ditafirkan dengan ucapannya di akhir
tulisan;
Adapun mengenai sabda Nabi SAW yang mengisyaratkan bahwa
akan ada keguncangan dari arah timur (Najed) dan dua tanduk setan, sebagian
ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan dua tanduk setan itu tiada lain
adalah Musailamah Al-Kadzdzab dan Muhammad lbn Ab¬dil Wahhab. — ihim.17)
Hanya kepada Allah kita mengadukan semua ini!!
Namun hal itu tak aneh, karena para penentang dakwah ini
biasa melontarkan kata-kata keji seperti itu. Syaikh Mas’ud an-Nadawi rah.a
berkata:
"Adapun celaan-celaan mereka, maka sebenarnya saya
tidak sanggup untuk mengungkapkannya, tetapi saya minta maaf kepada pembaca
kalau saya harus menukil satu contoh saja agar diketahui akhlak para penentang
tersebut, sebagaimana saya minta maaf kepada para ahli ilmu semuanya. Dalam
kitab ash-Shawa’iq wa ar-Rudud, ada dua kata pengantar oleh
Abdullah bin Dawud az-Zubairi dan Muhammad bin Fairuz Al-Hambali di awal kata
pengantar ini, pembaca dapat membaca sebuah ungkapan berikut yang melihatnya
saja kita malu, tetapi sebagaimana kata orang, ‘Menukil kekufuran bukanlah
termasuk kekufuran'; maka tahanlah hatimu dan bacalah ungkapannya berikut,;
…Mungkin saja Syaikh (Abdul Wahhab) lengah ketika bersenggama dengan Istrinya,
se-hingga didahulul oleh setan yang sebenarnya bapaknya orang hina ini. Inna
lillahi wa inna ilaihi raji'un. Adakah kata yang lebih keji dari pada ini?!!
Sekalipun demikian, saya berharap kita tidak emosional
dengan perilaku jelek mereka, letapi hendaknya kita tunjukkan akhlak kita yang
indah.. Dahulu Imam Syafi'i rah.a pernah mengatakan:
"Orang pandir mencercaku dengan kara-kata jelek. Maka
saya tidak ingin untuk menjawabnya. Dia bertambah pandir dan saya bertambah
lembut. Seperti kayu wangi yang dibakar malah menambah wangi”.
0 komentar:
Posting Komentar